February 2, 2011

Sawarna - a trip of escapade

re-post
-----------------------

Jumat - Sabtu
Week-end yang lalu tanggal 31 Oct – 2 Nov 2008, akhirnya berangkat juga ke Sawarna, pantai di Selatan propinsi Banten itu. Thx to mas Teguh yang mengikutsertakan gue (duh, brasa kehormatan deh padahal yg diajak hanya selected friends :D) pada perjalanan ini. Ini juga trip pelarian gue setelah berhasil dibantai dengan sukses walaupun akhirnya lulus dalam sidang skripsi kemaren, phiiuhh. Kali ini tim yang ikut ada mas Teguh, mas Arif (22nya gue kenal waktu jalan bareng ke Baduy), mba Agil dan Sisca (baru pertama kali ketemu) dan Pak Mahmudi (driver). Dengan menggunakan mobil Avanza merah pake logo JALAN JALAN (makin mantep deh jalan2nya :D) kita berangkat dari Plz. Semanggi jam 8pm kemudian menuju ke Slipi Jaya untuk jemput Mas Arif yang dengan setia berdiri disana selama 1 jam (maap ya mas.. macet nih!!!)

Perjalanan melewati tol (Kebon Jeruk – Serang) cukup lancar walaupun germis. Sempat singgah di Serang untuk mengisi perut kemudian lanjut lagi menuju arah Pandegelang. Perjalanan cukup mulus tapi tetap aja ga bisa tidur selama di jalan. Karena beberapa kali bangun jadi tau kalo selama di jalan sempat turun hujan yang lebat, petir bahkan sampai kabut, mungkin jarak pandang hanya 5 meter saking tebalnya. Dengan mengandalkan peta manual yang dibaca oleh mas Teguh dan sempat tanya kanan kiri akhirnya sampe juga di SAWARNA, walaopun sempat nyasar alias kelewatan dari gapura Sawarna. Itupun pake usaha telepon dulu ke orang Sawarna-nya, kalo nggak bisa bablas deh ke Pelabuhan Ratu.

Tiba di Sawarna jam 2 dini hari, langsung disambut oleh Kang Hendi yang sudah standby menunggu kedatangan kami. Setelah berkenalan, kami langsung menuju rumah tempat kami nginap selama di Sawarna. Sampai dirumah kemudian bersih2, kita sempat kumpul sebentar untuk membicarakan rencana pagi harinya kemudian tidur deh dengan perjanjian jam 5 pagi take off ke Ciantir untuk melihat sunrise, padahal saat itu udah jam 3!!!!!!!!!!!!!

Jalan ke Ciantir aga tergesa-gesa soalnya pada molor nih bangunnya, padahal udah pake alarm, hehehe. Jam 5.35AM kita udah sampe di Pantai Ciantir, aga berkabut karena malamnya sempat gerimis. Dan para fotografer itu mulai mengeluarkan peralatan tempurnya :D, maklum.. perjalanan kali ini ada 4 orang ygmembawa kamera gede2.. (assiikk, jadi model dadakan… heheheh). Pantai Ciantir pagi itu sudah sibuk dengan para nelayan yang baru aja balik melaut, ada anak-anak kecil yang ikutan mendorong perahu kearah pantai. Selidik punya selidik ternyata mereka bisa mendapat 4 ekor ikan kalo ikutan mendorong perahu. Ada juga beberapa bule yang nenteng2 papan surfing. Tak jauh dari pantai ada juga orang-orang berkerumun di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya terbit deh sang surya. Duh.. cakep bener dah!!! Cantiknya matahari terbit di Ciantir jadi obyek yang cihuy buat para photo hunters. O i ya, sarapan pagi di Ciantir juga cihuy loh!!! Apalagi makanannya enak banget pake ikan bakar dan sambal tomat yang endaaaanggg!!!

Setelah puas photo hunting di Ciantir trekking lanjut menuju Tanjung Layar. Dinamakan Tanjung Layar menurut kang Hendi (selama di Sawarna kami didampingin kang Hendi) karena ada dua buah karang besar di pinggir pantai berdiri kokoh seperti layar perahu. Duh,.. indah sekali deh. Apalagi sekitar Tj. Layar ada seperti kolam renang luas yang dasarnya di alasi dengan rumput laut. Jadi ga tahan deh untuk nyebur :D. Di belakang Tj. Layar ada deretan karang tinggi penahan ombak yang pada saat itu cukup tinggi. Disebelah kanan beberapa orang sedang memancing ikan. Kemudian kita masing2 menyebar, ada yangphoto2, ber-narsis ria, gue sendiri sama Sisca langsung nyebur tuh menuju kearah karang besar. Diikutin sama pak Mahmudi, mas Arif kemudian mas Teguh. Mba Agil nyusul belakangan. Sempat ada insiden kaki gue kecengklak karena ketabrak ombak. Ceritanya mo foto dibelakang ombak yang lagi tinggi, eh ombak datang malah hampir keseret tapi karena ketahan sama kaki akhirnya ga jadi jatuh, hasilnya kaki kiri gue senut2 dan bengkak sepanjang perjalanan hari itu L. Mas Teguh bilang "untuk dapat foto yang bagus pasti banyak pengorbanannya" (yah.. dia dapet foto bagus, kaki gue yang sakit kaleee!!!!). Tapi emang bagus sih hasilnya hehehhehe.

Setelah puas beraktivitas di Tj. Layar, kita cabut menuju Lagoon Pari, waktu menunjukkan pukul 11am waktu itu. Lumayan melelahkan juga nih trekkingnya karena cukup jauh ke arah Lagoon Pari apalagi matahari saat itu sedang lucu-lucunya bersinar. Menurut kang Hendi kita beruntung cuacanya bagus karena sehari sebelumnya Sawarna diguyur hujan deras. Trekking siang itu biar aga capek tapi terhibur dengan indahnya pemandangan. Apalagi liat batu2 karang yang bagus-bagus kaya sofa bentuknya. Belom lagi karang-karang yang bentuknya seperti ruas gigi. Outstanding deh!!! Sebelum sampai di Lagoon Pari, kita sempat ngaso sebentar sambil minum air kelapa, duh segerrrr banget deh. Tiba di Lagoon Pari jam 1 siang, kita langsung makan siang, yang lagi2 enaak banget, dan istirahat sebentar. Karena cuaca aga mendung kemudian diputuskan trekking menyusuri pantai tidak dilanjutkan dan kita pulang kerumah.

Sore itu setelah bersih-bersih, kita berangkat lagi ke Pantai Pulo Manuk. Kata kang Hendi untuk dapetin sunset yang bagus ya di Pantai Pulo Manuk itu. Sayangnya cuaca kurang mendukung alias mendung, walaupun tetap para photo hunters pada menyebar dengan kesibukannya masing2, gue dan Sisca duduk2 didepan pantai, ga ada niatan untuk jalan2 lagi karena kecapean trekking siang itu. Lepas maghrib, kita balik ke rumah dan lanjut makan malam di saung depan rumah diiringi hujan. Hm… makan sup yang enak plus sambal yang cihuy rasanya lengkap banget deh hari itu.

MInggu
Bangun pagi hari itu, lagi2 jam 5 pagi, dengan badan yang cukup segar (berasa tidur matisoalnya ga berasa apa2) langsung berangkat menuju areal sawah di belakang rumah untuk lihat sunrise. Matahari masih belom muncul waktu kita naik ke tempat yang lebih tinggi. Jam 5.57am matahari muncul dengan cantiknya dan acara jeprat jepret pun berlangsung selama beberapa menit. Setelah selesai masing2 photo hunters mulai nyebar, gue dan Sisca turun ke bawah mo balik ke rumah melintasi areal sawah. Lagi2 (kebetulan ada Mas Teguh) kita narsis2an (kalo kata mas Teguh udah Stadium 4 tingkat narsisnya, xixixixi) di saung dekat sawah. Sempat juga ngobroldengan ibu Min yang sedang menyiangi sawah pagi itu. Kemudian kita balik ke rumah untuk sarapan pagi dan siap2 menuju ke tempat berikutnya yaitu Goa Lalai.


Perjalanan ke Goa Lalai kurang lebih 30 menit, naik mobil lanjut trekking melewati sawah. Jam 9.30 kita masuk ke Goa Lalai, senter dan lilin kami persiapkan. Sementara kang Hendi dengan lampu petromaxnya. Awal masuk ke Goa aga seram juga sih, karena gelap dan dingin, terus sepiiiiiiii banget deh (kalo rame mah pasar donk!!!). Masuk aga jauh ke dalam goa mulai keliatan stalaktit-stalaktit yang bagus-bagus. Lebih dalam lagi mulai tercium bau tak sedap, yang ternyata adalah bau kotoran kelelawar.  Jalan didalam gua musti hati-hati apalagi kalo jalan diatas endapan tanah lumpur kalau tidak mau tergelincir. Berjalan lebih jauh kedalam lagimulai keliatan kelelawar bergelantungan di dinding atas, banyak banget, tapi sepertinya mereka tidak terganggu dengan kedatangan kita. Setelah mengambil beberapa foto stalaktit akhirnya kita keluar dari goa tersebut. Uh.. akhirnya keluar juga abisnya ga nyaman, dingin dan lembab. Kayanya seneng deh bisa ketemu matahari lagi.


Perjalanan lanjut lagi melewati sawah dan sungai menuju tempat pengrajin gitar (Pak Hudaya). Ternyata bengkel tempat pembuatan gitarnya sederhana banget, hanya sepetak pondok dan alat2 seperti tukang kayu biasa. Padahal pemakai gitar buatan pak Hudaya ini nggak tanggung-tanggung sampai ke Australia juga loh. Hebat yah!! Gitar yang baik terbuat dari akar kayu mahoni yang terbukti kualitasnya jauh lebih bagus dibandingkan kayu2 yang lainnya. Gitar yang dibuat oleh Pak Hudaya merupakan gitar yang memang dibuat hanya berdasarkan pesanan saja, harganya sendiri untuk gitar akustik bisa mencapai 2,5 juta dan gitar listrik sekitar 4,5jt.

Puas melihat-lihat gitar buatan pak Hudaya, kita kembali kerumah untuk makan siang dan beres-beres pulang. Rencana pulang jam 3 siang terpaksa molor karena Sawarna diguyur hujan yang cukup lebat. Setelah menunggu akhirnya hujan berenti jam 4 sore, dan kita (akhirnya) meninggalkan Sawarna yang masih gerimis dan mendung. Baru sadar ternyata sepanjang jalan di Bayah adalah pantai pasir putih yang indah. Karena ga tahan lihat pantai dianggurin gitu ajah, akhirnya kita berhenti sebentar. Senang sekali deh bisa turun sebentar dan bermain-main di pantai yang sepi, berasa milik pribadi. Sore di pantai Bayah itu adalah closing yang menyenangkan dari trip pelarian gue ke Sawarna.

No comments:

Post a Comment