February 2, 2011

Curug Malela - a tough journey that worth the view

RE-POST
--------------------------

Alarm pagi jam 5 dari handphone berbunyi membangunkan saya. Rasanya nih mata masih pengen merem kalo gak ingat hari ini emang harus bangun sedkit lebih pagi. Hari itu saya, Felis, Ninik, Widie, Yudi dan Didi sedang berada di Bandung. Tepatnya di rumah Ci Fenny, kakak dari Didi yang berbaik hati menampung kami BERLIMA!!!! Setelah sarapan kami langsung meluncur dengan menggunakan mobil Xenia milik Didi (thanks a lot ya Di), sedikit lewat dari waktu perkiraan yaitu sekitar jam 7. Oh iya, sampai lupa.. kami pergi menuju Curug Malela yang berjarak sekitar 75km mengarah ke Bandung Barat, dengan durasi perjalanan kurang lebih 4 jam dengan menggunakan mobil pribadi.

Rute yang kami tempuh tidak melewati Tol Padalarang seperti yang sudah kami ketahui sebelumnya melalui info2 dari internet. Karena kebetulan Ci Fenny rumahnya di Cibaduyut jadi kami mengambil jalan potong mengarah ke Ciwidey  melewati Lapangan Udara kemudian belok kanan menyusuri sungai Citarum hingga Citarik. Sepanjang perjalanan pintas ini beberapa kali kami kesasar. Padahal masih blom sampai 5km tapi sudah beberapa kali putar balik karena salah arah. Kejadian lucu-lucu bodoh dalam perjalanan pintas itu, beberapa kali kami bertanya ke orang2 sekitar dengan menggunakan bahasa Sunda (tidak percuma ada Yudi ikutan).  Setiap kali kami bertanya jalan pasti mereka berkata ketemu perempatan belok kiri atau belok kanan yaaaa. Sementara yang kami temui selalu pertigaan. Ternyata orang Bandung bilang pertigaan itu perempatan dan bukan pertiluan (kata Yudi).  Pantes aja nyasar mulu!!!!!

Jam 8.10 kami sudah melintas Jalan Raya Cihampelas Cililin. Sempat terjebak macet itupun karena pasar yang harus dilalui di daerah Mekar Mukti dan Sindangkerta. Jam menunjukkan pukul 9.30 ketika kami melintasi Jalan Raya Sindangkerta kemudian masuk Jalan Raya Gunung Halu.  Perjalanan yang dilalui cukup mulus dan cukup memanjakan mata dengan pemandangan hijau sawah dan perkebunan teh. Memasuki Desa Buni Jaya (Persimpangan BUni Jaya) kami belok kanan untuk seterusnya ke Kecamatan Rongga kemudian masuk ke perkebunan teh PTP Nusantara PT. MOntaya. Waktu menunjukan pukul 10.30. 3,5 jam sudah perjalanan yg kami lalui. Memasuki wilayah ini kondisi jalan mulai berbatu dan menanjak.  Mobil yang kami naiki sempat berhenti sebentar setelah terbentur batu yang mengakibatkan knalpot mobil bocor. Pukul 11 tepat kami sampai di Desa Cicadas dan memarkir kendaraan di depan rumah penduduk setempat.

Perjalanan belum berakhir sampai disini. Setelah istirahat dan menumpang toilet dirumah penduduk, perjalanan kami lanjutkan dengan naik ojeg yang kami bayar Rp. 35.000(pp). Untung sekali kami tidak nekat membawa mobil untuk naik ke atas, karena jalan yang dilalui makin naik dan makin rusak dari sebelumnya. Sepanjang perjalanan naik ojeg, saya berpapasan dengan mobil yang  berhenti karena terperosok lumpur. Untung saya mendapat supir ojeg yang sangat handal sekali membawa motornya, walaupun tetap aja sih aga2 takut jatuh. 15 menit kemudian kami tiba di persimpangan menuju Curug Malela. Dari situ kami di pandu oleh Pak Dadan yang merupakan pengurus dari Dinas Pariwisata desa setempat.

Dari persimpangan ini, kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki alias trekking. Trekking yang kami  lalui licin dan berlumpur karena habis hujan jadi harus ekstra hati-hati kalau tidak tergelincir. Pohon pinus, sawah serta ladang sereh mendominasi tumbuh-tumbuhan yang ada disana. Sesekali kami bertemu dengan orang local setempat sehabis berladang. Kurang lebih 10 menit kami berjalan terdengar bunyi deras air yang mengalir. Karena penasaran saya melangkah kedepan dan .. Curug Malela pun terbentang dengan indahnya. Diantara warna hijau pepohonan dan sawah, Curug ini pasti akan membuat orang yang melihat pertama kali berdecak kagum.

Kamipun sibuk mengabadikan moment awal pertama kali Curug tersebut terlihat. Saking sibuknya moto beberapa kali kami diperingatkan oleh Pak Dadan supaya jangan terlalu lama berhenti di satu tempat. Beliau khawatir akan turun hujan lagi sehingga menyulitkan perjalanan. Mulai dari tempat ini perjalanan makin curam, ditambah tanah merah yang licin. Jika salah langkah sudah dipastikan jurang dibawah sana sudah menunggu dengan tangan terbuka *seram bener nih. Tidak lama kami sampai dirumah yang boleh dibilang hanya satu-satunya di daerah sekitar curug dan yang menjual makanan juga berfungsi sebagai tempat berisitrahat. Karena hujan makin deras, kamipun mengeluarkan jas hujan masing-masing. Malang bagi Didi karena sepatu trekking yang dia pakai rusak sehingga mengharuskan dia untuk melanjutkan perjalanan tanpa alas kaki.


Dari spot ini kami lanjut turun ke bawah, melewati sawah menuju arah Curug. Hujan makin deras, jalan makin licin dan curam. Beberapa tempat mengalami longsoran tanah, jadi kami harus ekstra hati-hati. Tidak lama kamipun sampai di curug tersebut.  Kami berdiri di satu tempat yang berhadapan langsung dengan Curug Malela ini dengan jarak kurang lebih 50meter. Spot seluas kurang lebih 3 x 3 meter ini adalah batu kali yang cukup besar yang rasanya sempit sekali untuk kami ber 7.

Dengan ketinggian 50m dan lebar 70m, curug ini memang curug paling besar yang pernah saya lihat. Arus yang sangat deras sehabis hujan menyebabkan air yang mengalir menjadi coklat, tapi tidak mengurangi keindahan dan kemegahan curug tersebut. Dikarenakan debit air yang kencang dan hujan yang lebat, sangatlah tidak mungkin untuk kami turun kebawah sungai apalagi melanjutkan trekking ke atas curug. Lagipula Pak Dadan juga tidak mengijinkan kami.  Menurut Pak Dadan best season untuk pergi ke Curug malela adalah antara April sampai Oktober atau pada saat musim kemarau dimana debit air tidak terlalu kencang.  Memungkinkan untuk masuk ke sungai dan juga menyusuri gua di balik air terjun tersebut. Hm… saya dan teman2 pun memastikan diri untuk kembali lagi ke Curug Malela *finger crossed


Kurang lebih 1 jam kami berada di depan Curug Malela mengabadikan dengan kamera-kamera kami. Widie dan Yudi yang membawa kamera gede :D, harus ekstra hati-hati agar tidak basah. Walau akhirnya mengorbankan flash-nya Widie yang berakhir error kena air hujan. Demi Malela yaaaa gapapa deh :D (katanya). Maklum, hujannya benar2 deras, belum lagi percikan air dari curug tersebut. Sepertinya kamera poket bapuk saya ini yang cukup leluasa untuk foto-foto. At that moment I really loved my old, dirty, dysfunctional camera *Senyum-senyum bangga.

Dengan sangat berat hati kami harus berlalu dari hadapan curug ini. Hujan makin deras dan pak Dadan khawatir bisa longsor. Dan perjalanan berat berlanjut, karena kami harus melalui jalan yang tadinya menurun sekarang berbalik jadi menanjak dan masih dengan hujan yang cukup deras.

Kami berhenti dirumah yang sebelumnya kami lewati untuk beristirahat dan makan siang. Nasi timbel, pepes ikan peda, ayam goreng, dan sambal sepertinya menu yang enak sekali untuk kami yang sudah capek, dan kedinginan. Porsi masing Rp. 12rb/orang rasanya terlalu murah untuk kami yang makannya tidak berhenti-henti. Selesai makan kamipun beristirahat. Beberapa dari kami foto untuk mengabadikan Curug Malela dari jauh yang memang sangat indah. Dari kejauhan kabut turun menambah keindahan alam sekitar. Hujan yang sudah sempat berhenti kembali turun. Dan menurut penglihatan kami dari jauh sepertinya debit air terjunnya kok makin deras yaaa .....

Kurang lebih 2 jam kami beristirahat untuk kemudian pulang meninggalkan Curug ini. Kembali jalan yang menanjak harus kami naiki. Tanah merah yang basah makin membuat perjalanan tambah berat. Didi yang tidak memakai alas kaki beberapa kali terpeleset. Sampai di spot tertinggi tempat kami bisa melihat curug Malela untuk yang terkahir kalinya, kamiberhenti untuk mengabadikan moment tersebut. Gerimis masih mennyertai perjalanan kami dan perlahan tapi pasti kabut makin turun disekitar curug. Kembali kami trekking kemudian memasuki hutan pinus dan ladang sereh. Di satu titik tertentu kami bisa melihat keindahan Gunung Gede dari jauh.

Pulang ke tempat mobil diparkir dengan menggunakan ojek juga tidak kalah seru, karena setelah hujan jalan makin licin, becyeeekkk untungnya kita masih naik ojyeeggg. Phiuuhhh, akhirnya sampai juga di tujuan. Tak lama setelah beristirahat dan membersihkan diri kami pun sudah berada dalam perjalanan pulang. Waktu menunjukkan pukul 5 sore ketika perlahan-lahan kami meninggalkan Desa Cicadas dan tiba di Bandung jam 8.30 malam.

Note:
1. Rute yang kami lalui
    Cibaduyut – Citarum – Citarik – Jl. Raya Cihampelas  Cililin – Sindangkerta –
    Gunung Halu – Perempatan Buni Jaya -  Rongga - Perkebunan Teh PT. Montaya –
     Desa Cicadas.
2. Jarak tempuh:
    kurang lebih 75km  
    4 jam dengan kendaraan Pribadi
    15menit ojeg
    45 menit tracking
3. Sangat tidak disarankan mengendarai mobil sedan.
4. Best season mengunjungi Curug Malela:  Saat musim kemarau
5. Jalan menuju Curug Malela menurut Pak Dadan akan diperbaiki sektiar bulan Juni atau Juli 2010.

Thanks to:
1. Ci Fenny & husband yang telah bersedia menerima tamu-tamu yang aneh
2. Didi, yang telah merelakan mobilnya untuk bisa sampai ke Curug itu. Sampe knalpotnya bocor dan berubah menjadi mobil pembalap (bisa diclaim ke asuransi kan?? hehehe)
3. Pak Dadan, tour guide dadakan kita, atas info2 dan kebaikan hati.
4. Teteh yang telah merelakan rumah dan toiletnya kami penuhi dengan lumpur, termasuk telah menyediakan pisang goreng dan air hangatnya.*droling
5. Tukang ojeg yang TOP ABIS DAH 
6. Last but not least, The FUN, CRAZY "Pertiluan team" that has made this journey AWESOME to the max.

No comments:

Post a Comment