December 21, 2011

Tanjung Puting National Park, Central Kalimantan (English Version)


That opportunity finally came when my friend offered me a trip to go to Tanjung Puting National Park visiting the orang utans at their original habitat. The journey of three days two nights up streamed the Sekonyer River with klotok (wooden boat) has been an unforgettable moment to me and my other six friends. Below is some information about Tanjung Puting National Park based on my experience.
Tanjung Puting National Park located at south west of Central Kalimantan peninsula and it has around 415.040 ha (Source: Wikipedia). It is the home and native habitants of vaious kinds of living creatures such as orang utans, proboscis monkeys, gibbons, mermaids, sun beras, crocodiles and the birds. Also the home of various plants such as pitcher plants, peat and forest tree production, ferns and palms and many more. 

How to go to the National Park
Kumai Port is the port where the klotoks (wooden boat) stand by to go to National Park. The nearest airport is Iskandar Airport located at Pangkalan Bun City. Direct flight that serves between Jakarta – Pangkalan Bun is Trigana Air, Kalstar Air, Aviastar with range of price Rp 600.000 – Rp 700.000 one way for an hour duration.
Then continue by public transportation of motor taxi for another 30 mintes from Pangkalan Bun to Kumai or if you buy a tour usually they will pick you at the airport.

Accomodation at the National Park
Klotok (Wooden Boat) Klotok is the sort of accommodation that we used for the 3 days 2 nights journey there.All the activities are all carried on the klotok. Sleeping, eating, showering, cooking etc. What we called Klotok is  a wooden boat with two decks, upper deck and lower deck. The uuper deck is used as the place for sleeping at night and eating, sitting, putting our carrier and doing other activities during daylight.  The front upper deck are placed two wooden long seat where you can sit and seeing the view all the across the river. While the upper stern can be used as the place for sightseeing as well. The lower deck used for the place for kitchen, toilet, boat steer and the place for our boat crew where they sleep at night. We were accompanied by 4 crews (the captain, guide, chef assistant).
To book the tour you can do it through travel agent. They will arrange all of your needs during your stay at National Park. From renting the klotok, food, guide, entrance tickets to the National Park, pick up from the airport to the port etc. The package price can be different one to another based on how long you want to spend to be in the National Park and how many people will be on the boat. The more people on the boat the cheaper it will be.
Tips to visit Tanjung Puting National Park
1.       Kalimantan forest is the endemic for malaria disease. Please make sure that you have consult to your doctor and drink preventive medicine properly.
2.       A camera is a must. You will find a lot of amazing things along the way. Don’t forget to bring your extra battery. There will be generator on the klotok but it’s very limited and won’t be enough to accommodate all the electronic stuff on the boat.
3.       Use you mosquito repellent to avoid insects bite as well as leech. It’s better for you to use long sleeves and trousers as well as shoes if you will go for trekking. When raining season the trekking path will be muddy and lots of leech everywhere.
4.       Bring Jacket and rain coat in case of raining. Cap and sun screen lotion  to prevent sun burning.
5.       When you are about to enter the camp, make sure you don’t bring anything but camera. If they see you bring backpack or a bag they will try to grab them and to check where there is food inside. Only God and the orang utans know when it will be returned back to you :D.
6.       Bring flash  light, you will need it on the klotok at night,
7.       Do not litter
8.       Bring your own medicine
9.       There is nothing to do at night, no electricity, no proper lights. Just bring something that won’t make you feel boring. Like playing cards etc etc.
10.    There is enough food on the klotok. Just in case you feel bored with the food bring snacks. Just don’t show it in front of the orang utans.
11.    Less raining is the best season when you can visit the national park. Less mosquito and the trekking path is dry. Which is during April – October every year.
12.    Follow all the instructions from the guide. They are the one who knows every details and conditions inside the park.
If you need more information about Tanjung Puting National Park more futher, feel free to contact me by posting your message.

September 27, 2011

serba serbi Tanjung Puting

(Budget) Airlines
Begitu pesawat take off menuju Palangka Raya gue tertidur dengan suksesnya di pesawat di atas laut Jawa. Penerbangan yang dinaikin adalah penerbangan nomor satu di Indonesia yang saat itu hanya ¼ saja yang terisi.Ga lama gue kebangun karna nyium wangi harum makanan dan... voila!! Ada makanan dimeja samping tertata dengan indahnya.Agak heran bin takjub sih sebenernya .. dan gue pun memutuskan bertanya ke Fajar yang duduk satu baris didepan.

Gue       : (colek bahu Fajar dari sela-sela bangku) Oiy... emang kita dapet makanan ???
              Nggak bayar kan?
Fajar    : Ya iyalah, kita kan naik ***UDA bukan naik A**A***.
              Elo sih kebanyakan naik yang promo-an
Gue       : xixixixixi *membuka makanan dengan bahagia *padahal sebelumnya abis
             makan opor ayam lebaran-nya Hola

Buang Sampah
Perjalanan panjang Palangkaraya - Sampit - Pangkalan Bun - Kumai selama hampir 10 jam, sudah dipastikan ini badan tidak tersentuh sabun sama sekali *tapi tetap wangi loohhh. Setelah ditawarin oleh ibu sang pemilik klotok untuk mandi dirumahnya, gue pun menyambut dengan gembira dan gegap gempita. Tidak peduli walopun airnya aga-aga keruh karena faktor gambut yang penting judulnya mandi!

Selesai mandi gue pun celingak celinguk mencari tempat sampah disekitar. Dari ujung gang depan sampai belakang dicari tetap aja ga ada. Aga bingung juga nih kemanakah sampah ini akan dibuang. Pas si ibu pemilik rumah muncul, bertanyalah dirikuw:

Gue : Bu, tempat sampah dimana ya?
Ibu: Mau buang sampah yaa?
Gue : ya iyalah masa mau buang duit *gerutu gue dalam hati*
Ibu : buang aja disitu mba *nunjuk ke arah laut
Gue : loh?! kok buang ke laut bu? kan ga boleh ...
Ibu : yah, abis dimana lagi mba.. emang biasanya buang ke laut sih.
Gue : *speechless*

September 15, 2011

Catatan Perjalanan : Taman Nasional Tanjung Puting

Welcome to Tanjung Puting National Park
Hari ke-1, Kamis
Kami berangkat menuju ke TNTP tepat jam 10.15 pagi. Cuaca pagi itu cukup terik tetapi hembusan angin sejuk cukup membuai beberapa teman kami sehingga mereka tertidur. Dari kejauhan tampak poster besar dengan gambar orang utan bertuliskan “Welcome to Tanjung Puting National Park” di muara Sungai Sekonyer. Perjalanan menuju hulu sungai Sekonyer berlangsung dengan tenang. Sungai Sekonyer yang tadinya melebar mulai menyempit. Pemandangan hutan nipah di muara sungai berganti dengan pandan hutan yang mengeluarkan wangi harum.

Desa Sungai Sekonyer
Tiga jam kemudian kami sampai di Desa Sungai Sekonyer. Tujuan kami adalah orang utan feeding jam 3 sore di Tanjung Harapan yang tepat berada di seberang sungai desa sungai Sekonyer. Setelah makan siang di atas klotok dan waktu masih banyak, kami turun menyusuri desa Sungai Sekonyer. Saat kami datangi desa itu terlihat sepi karena ditinggal sebagian penduduknya yang sedang piknik Lebaran ke pantai.


Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan di desa ini adalah Batimung. Batimung adalah budaya banjar yaitu membuang keringat dari badan dengan cara diasapi serta ditambahkan bunga-bungaan dan ramuan alami untuk memberi keharuman kepada badan orang yang ditimung tadi. Batimung salah satu syarat bagi calon pengantin untuk menghadapi pesta perkawinannya nanti. Tujuannya agar mempelai laki-laki dan perempuan saat acara berlangsung tidak mengeluarkan bau keringat biasa tetapi berganti menjadi bau harum yang menambah pesona. Proses batimung biasanya dilakukan pada malam hari, dilaksanakan oleh para wanita dari keluarga orang yang batimung. Kisaran harga untuk melakukan Batimung antara Rp 150.000 – 200.000 per 1 jam. Karena waktu tidak memungkinkan kami tidak melakukan Batimung tersebut dan langsung bergegas menuju Tanjung Harapan.

Tanjung Harapan
Bayi orang utan
Tanjung Harapan adalah lokasi feeding orang utan paling dekat dari muara sungai.  Di lokasi ini terdapat kurang lebih 30 orang utan yang terdaftar. Saat tiba di gerbang depan kami langsung bergegas menuju lokasi feeding. Di kejauhan terdengar suara ranger memanggil orang utan untuk datang ke lokasi. Dan saat kami tiba di lokasi feeding terlihat dua orang utan yaitu Kacong dan Becky yang sedang mengerumuni makanan (pisang). Tak lama Burhan datang dan pesta pisang yang sedang dilakukan oleh Kacong dan Becky pun bubar. Burhan adalah orang utan pejantan yang berbadan besar, itulah mengapa Kacong dan Becky langsung kabur begitu Burhan datang. Wilayah orang utan di Tanjung Harapan ini dikuasai oleh Yani. Sayangnya pada saat kami berada disini, Yani tidak terlihat.

Untuk menjadi penguasa di wilayahnya, orang utan harus dapat mengalahkan penguasa sebelumnya. Mereka harus berkelahi untuk dan menang dan menjadi penguasa. Perkelahian dilakukan didalam hutan dan karena orang utan tidak mengenal kalah mereka akan berkelahi sampai terluka atau bahkan sampai mati.

Orang utan yang kami temui di Tanjung Harapan adalah Kacong, Becky, Burhan, Sandra, Ceping (ibu) + Cika (anak), Cica (ibu) + Cina (anak), Chelsea dan Miki. Buat saya semua wajah orang utan itu sama dan hanya ranger serta guide saya saja yang hapal nama-nama mereka.

Puas dengan Tanjung Harapan, kami kembali ke klotok yang kemudian disambut oleh bekantan-bekantan yang sedang nangkring di pohon diseberang klotok. Bekantan adalah sejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna cokelat kemerahan yang hanya dijumpai pada pejantan. Kalau ada yang tau maskotnya Dunia Fantasi, Ancol… yak.. seperti itulah kira-kira bentuknya Bekantan. Tidak hanya Bekantan saja yang kami lihat tetapi juga monyet yang biasa dilihat di Bali atau di pinggir jalan Jakarta yang dijadikan topeng monyet. Bekantan dan monyet bisa dilihat disepanjang sungai Sekonyer dan biasanya akan muncul pagi  dan sore hari untuk mencari makan. Dan sembunyi di siang hari untuk menghindari panas.
Bekantan di tepi Sungai Sekonyer biasanya terlihat di sore hari saat cuaca sudah tidak panas lagi

Ketika daerah sekitar mulai gelap klotok kami menepi dan berhenti. Setelah mandi (dengan air sungai yang berwarna coklat) dan makan malam kami beristirahat. Beberapa teman kami ada yang tertidur, ada juga yang bermain kartu. Saya menyempatkan diri untuk melihat bintang-bintang yang bertebaran di angkasa. Suara alam liar yang dipadu dengan udara dingin dinaungi sinar bulan sabit dan juga bintang-bintang di angkasa membuat moment tersebut menjadi lebih indah dan menakjubkan. Ketika saatnya kami akan tidur, kasur dan kelambu pun mulai digelar. Penutup klotok berupa terpal plastik mulai diturunkan dan kami pun tidur di tepi sungai Sekonyer, di tengah-tengah belantara TNTP.

Hari ke-2, Jumat
sungai hitam Sekonyer
Udara dingin membangunkan saya pagi itu. Suara burung berkicau dan owa terdengar sangat jelas dan embun pagi di buritan atas terasa sangat dingin. Langit sudah terang dan waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Tak lama teman-teman yang lain juga beranjak bangun. Setelah kasur dan kelambu dibereskan serta meja makan diturunkan kami sarapan pagi dan melanjutkan perjalanan tepat jam 8.30 pagi.
 
Tempat yang akan kami datangi berikutnya adalah Camp Leakey, tempat feeding paling jauh. Sungai Sekonyer yang kami masuki ke dalam juga makin menyempit, kurang lebih satu jam kemudian kami bertemu pertigaan yang ditandai dengan papan petunjuk “Tanjung Puting 8km” mengarah ke kanan. Air sungai yang tadinya berwarna coklat mulai berubah kehitaman, refleksi langit biru terang terlihat sangat jelas dari sungai. Hutan mulai terlihat rapat. Beberapa kali saya melihat burung King Fisher berwarna merah kuning biru di sepanjang sungai berwarna hitam tersebut, anak ular juga anak buaya. Jadi jangan coba-coba yaaaa untuk menceburkan diri ke sungai itu :D. Lahan gambut membuat air sungai Sekonyer menjadi berwarna kehitaman. Dan walaupun hitam air ini sangat jernih jika diangkat oleh tangan. Tepatnya jam 11 siang kami tiba di dermaga Camp Leakey. Beberapa perahu klotok sedang tertambat.

Camp Leakey didirikan tahun 1971 oleh Dr Birute Gladikas dan Rod Brindamour. Nama Camp Leakey diambil dari seorang Paleontologist Louis Leakey, yang merupakan seorang mentor dan inspirasi bagi Dr Gladikas serta Drs. Jane Goodall dan Dian Fossey.
Kami turun dari klotok dan mulai memasuki areal Camp Leakey. Jalan setapak berupa jembatan berada disepanjang jalur dari mulai dermaga sampai ke pintu gerbang. Kira-kira 200meter dari pintu gerbang kami bertemu dengan orang utan pertama yang bernama Siswi. Siswi adalah orang utan betina sitaan yang direhabilitasi untuk dikembalikan ke alamnya. Siswi terkenal sebagai ratu dan preman di wilayah tersebut. Kadang Siswi membajak tas pengunjung untuk mencari makanan didalamnya. Kemudian kami bertemu dengan Ahmad dan anaknya Atlas, kedua orang utan ini jinak. Dengan mereka kami beberapa kali mengambil foto dengan jarak yang sangat dekat sekali. Ahmad adalah orang utan betina yang paling tua di Camp Leakey. 
trekking hutan Camp Leakey
Dikejauhan terlihat beberapa babi hutan yang hidup disekitar Camp Leakey. Tak lama Tut dan anaknya Thorn muncul. Tut adalah ibu dari Tom, penguasa Camp Leakey. Saya sangat berharap supaya bisa bertemu dengan Tom pada saat feeding time jam 2 siang nanti.

Sambil menunggu feeding time kami lanjut trekking ke hutan disekitar Camp Leakey. Ditemani oleh ranger dan Rudi serta Zainal kami pun mulai memasuki kawasan hutan yang lebat dan rapat. Wangi tanah basah dan daun segar tercium melapangkan pernapasan kami. Jalan yang kami lewati adalah jalan setapak yang terbuat dari kayu ulin, kayu paling mahal dan paling dicari oleh para penjual kayu, biasanya kayu ini digunakan untuk membuat rumah. Kumpulan tanaman kantong semar banyak dijumpai dan juga sarang tarantula… hiyyy males banget trekking bareng tarantula!!!! Untungnya mereka hanya keluar malam hari. Hampir dua jam kami trekking di dalam hutan menemukan banyak sekali hal-hal yang menarik seperti monyet berbulu merah, kayu batu yang tinggi dan besarnya luar biasa, kayu ulin, jamur seluas pelukan tangan sayangnya sudah mati dll.

Feeding Time di Camp Leakey jam 2 siang
Tiba saatnya feeding time jam 2 para ranger datang dan mulai memanggil orang utan untuk datang. Jumlah orang utan yang terdaftar di Camp Leakey kurang lebih 150 banyaknya, maka tidak heran jika Feeding Time kali ini banyak sekali orang utan yang keluar. Saking banyaknya sampai bingung mau foto yang mana.

Senang sekali melihat orang utan ini, apalagi yang masih bayi. Lucu dan menggemaskan. Ada yang tidak bisa diam alias jungkir balik tidak keruan seperti Putri yang ibunya bernama Princess, atau Thorn dengan matanya yang selalu ingin tahu. Sayangnya jangan harap bisa memegang anak orang utan, yang ada harus berantem dulu sama ibunya hehehehhe. 


Faktanya banyak anak orang utan yang dicari untuk dijadikan binatang peliharaan oleh manusia. Untuk memisahkan anak orang utan dari ibunya satu-satunya jalan adalah dengan membunuh sang ibu orang utan tersebut :(.

Siswi
Selesai dengan feeding kurang lebih 1 jam memperhatikan tingkah laku para orang utan yang lucu-lucu  dan menunggu datangnya Tom yang nggak muncul2, akhirnya kamipun pasrah dan  kembali menuju ke klotok. Jika datang kami bertemu Siswi, perjalanan pulang pun kami bertemu Siswi lagi kali ini dalam keadaan sedang membajak tas salah satu dari pengunjung. Aga lama “negosiasi” antara Siswi dan Rudi (guide kami), setelah akhirnya puas mengobrak-abrik tas dan tidak menemukan tas dengan bujukan akhirnya Siwi melepaskan tas tersebut dalam keadaan sobek heheheheh.
Klotok kami melepaskan tambatnya dari Camp Leakey dan pergi meninggalkan tempat indah tersebut. Kurang lebih 500 meter dari Camp Leakey klotok kami berhenti untuk makan sore, yak.. kami skip makan siang digantikan oleh makan sore, dilanjutkan mandi dengan menggunakan air sungai yaitu air gambut yang berwarna kecoklatan. Perjalanan pun lanjut ke Pondok Tanggui untuk kemudian bermalam disana. Rencana untuk melakukan trekking malam tidak jadi dilakukan karena kami sudah capek.

Hari ke-3, Sabtu
Pagi hari di Pondok Tanggui kami didatangi Richa dan Robi. Ibu dan anak orang utan tersebut langsung mengambil posisi di pohon dan bergantung disana. Kesempatan yang tidak disia-siakan kamipun langung mengerubung untuk berebut memotret Richa dan Robi dan lanjut kedalam untuk melihat feeding yang akan berlangsung jam 9 pagi. Habitat orang utan di Pondok Tanggui berjumlah kurang lebih 25 dan dikuasai oleh Doyok, kami berharap sangat untuk bertemu sang raja karena dua kesempatan sebelumnya tidak bertemu.

Tak lama dari dermaga kami bertemu dengan Tuxedo yang sedang menunggu kedatangan kami di dekat pondok ranger. Tuxedo cukup jinak karenanya banyak pengunjung yang berkesempatan untuk memberikan pisang kepada Tuxedo. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju tempat feeding. Karena habitatnya yg tidak banyak maka orang utan yang datang pun tidak banyak juga dan kami masih tetap menunggu kesempatan untuk bertemu dengan Doyok walau akhirnya kecewa karena dia tidak datang juga akhirnya kami pasrah dan kembali ke klotok.

Doyok
Perjalanan menuju ke klotok terpaksa berhenti karena hujan deras dan kami berteduh di pondok ranger. Semua pengunjung sudah pergi meninggalkan Pondok Tanggui kecuali kami yang masih berteduh, karena ini adalah hari terakhir kami di Tanjung Puting kami pun sedikit melonggarkan kegiatan kami lagi pula waktu masih banyak. Cukup lama kami menunggu hujan berhenti tak lama Doyok pun datang dengan tubuhnya yang besar itu. Daaaannn, langsunglah kamu rebutan untuk foto si Doyok ini. Menurut ranger Pondok Tanggui, pak Satri, sepertinya Doyok lapar dan memutuskan datang ke Pondok. Dengan segera pak Satri membuatkan susu satu ember dan langsung disikat habis oleh Doyok. Perasaan (sedikit) kecewa karena tidak bertemu para raja-raja orang utan terbayar lunas dengan munculnya Doyok hehehehe.
Doyok berpindah-pindah seolah-olah meberikan kesempatan kepada kami untuk foto. Mungkin dia tahu kalo itu adalah saat saat terakhir kami sebelum akhirnya kami meninggalkan Taman Nasional Tanjung Puting. Ketika akhirnya kami kembali dan sampai di klotok. Dari belakang Doyok muncul dan berjalan mendekati dermaga seakan mengantarkan kami untuk pergi. Rintik-rintik hujan masih terus berlanjut. Udara dingin berhembus menerpa klotok kami. Perlahan tapi pasti kami mulai meninggalkan kawasan menuju ke muara Sungai Sekonyer.

semburat jingga di muara sekonyer
Menunggu Kunang-kunang
Matahari terbenam di ufuk barat. Gelombang yang tenang di muara sungai membuat kami lebih menikmati saat matahari mulai terbenam dan meninggalkan semburat jingga di langit Kumai. Sambil menunggu saatnya kunang-kunang muncul di sekitar muara sungai Sekonyer kami mulai berbenah. Klotok kami kembali masuk ke dalam muara sungai, tak jauh dari situ mulai terlihat kunang-kunang di pohon. Rasanya seperti melihat pohon natal yang gemerlapan dibulan Desember, sangat cantik.

Puas dengan kunang-kunang, kamipun akhirnya meninggalkan muara sungai dan menuju ke pelabuhan. Kami tinggalkan Taman Nasional Tanjung Puting dengan semua keindahan dan keunikannya, berharap suatu saya akan kembali lagi untuk bertemu dengan sang raja Camp Leakey, Tom.

Thorn dan Tut
Bagaimana cara ke Taman Nasional Tanjung Puting bisa di lihat dan klik link di bawah ini:
http://lialt.blogspot.com/2011/09/taman-nasional-tanjung-puting.html

More photos:

https://www.facebook.com/media/set/?set=a.10150773604865062.719438.520855061&type=1

September 9, 2011

Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah

Libur Lebaran yang lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting untuk melihat orang utan secara langsung di habitat aslinya. Perjalanan selama tiga hari dua malam menyusuri sungai Sekonyer dengan klotok adalah pengalaman yang tak mungkin saya lupakan. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dan juga persiapan sebelum kamu pergi kesana ;)

Doyok - Tanjung Harapan's King
Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP)
TNTP adalah Taman Nasional yang terletak di semenanjung barat daya provinsi Kalimantan Tengah. TNTP mempunyai luas 415.040 ha (Sumber Wikipedia)

Taman Nasional ini merupakan rumah dan habitat asli dari berbagai macam mahluk hidup seperti orang utan, bekantan, owa, duyung, beruang madu, buaya dan burung-burungan. Juga rumah dari berbagai tumbuh-tumbuhan seperti kantung semar, hutan gambut serta pohon produksi, paku-pakuan serta nipah dan masih banyak lagi.

Bagaimana cara mencapai TNTP:
Pelabuhan Kumai adalah pelabuhan yang dijadikan sebagai tempat berlabuhnya klotok-klotok wisata untuk menuju ke TNTP dan Bandar Udara Iskandar, Pangkalan Bun adalah airport yang terdekat dengan kota tersebut.
Rute pesawat langsung (1jam) Jakarta – Pangkalan Bun adalah Trigana Air, Kalstar Air, Aviastar dengan kisaran harga Rp 600rb – 700rb sekali jalan.
Perjalanan dari Pangkalan Bun menuju kota Kumai adalah dengan menggunakan kendaraan umum atau dengan menyewa mobil (jika rombongan) bisa juga dengan ojek dengan harga sekitar 30rb.

Akomodasi di TNTP
Klotok adalah akomodasi yang kami pergunakan selama perjalanan kami tiga hari dua malam. Semua aktifitas dilakukan diatas klotok tersebut. Dari mulai tidur, makan, mandi, masak dan lain-lain. Klotok yang dimaksud adalah kapal kayu dengan 2 dek bertingkat atas dan bawah. Dek atas kami pergunakan sebagai tempat untuk tidur di malam hari dan tempat makan disiang hari serta tempat menaruh barang-barang kami. Dek depan atas terdapat dua bangku kayu permanen yang ditempatkan untuk melihat-lihat sepanjang perjalanan menyusuri sungai. Buritan juga dipergunakan sebagai tempat untuk duduk. Sedangkan dek bawah digunakan sebagai tempat kapten mengemudikan klotok, tempat tidur awak kapal, dapur serta toilet. Selama perjalanan tiga hari dua malam, kami ditemani oleh empat orang awak kapal yang terdiri dari Pak Aip (kapten kapal), Rudi (pemandu); recommended guide, Pak Jimi (juru masak); he cooked nice food serta Zainal (asisten).

Untuk membooking klotok biasanya dilakukan melalui agent. Mereka yang akan mengatur semua keperluan selama berada di Taman Nasional dari mulai sewa klotok, makan dan minum, guide, tiket masuk ke dalam Taman Nasional sampai antar jemput dari dan ke airport di Pangkalan Bun. Harga paket bervariasi tergantung dari jumlah orang yang akan berada di dalam klotok dan juga berapa lama waktu yang akan dihabiskan selama berada di Taman Nasional. 
akomodasi berupa klotok 2 dek
Tips mengunjungi TNTP
Sumber: Detik Travel
1.      Pastikan meminum obat malaria, ada baiknya konsultasi ke dokter untuk cara penggunaan.
2.      Kamera adalah hal wajib kedua, karena anda akan menemukan banyak hal menakjubkan sepanjang perjalanan. Jangan lupa batere cadangan,di klotok pasti ada generator tapi terbatas dan hanya dinyalakan pada waktu malam. Danbelum tentu bisa mengakomodasi semua barang elektronik
3.      Jangan lupa pakai lotion anti nyamuk untuk menghindari gigitan nyamuk ganas, serta untuk mengusir pacet. Lebih aman lagi kalau memakai celana panjang dan baju lengan panjang selama berada di darat.
4.      Jaket dan jas hujan harus dibawa, karena angin selama berjam-jam diatas klotok bisa bikin sakit. Topi dan sunblock untuk menghindari hujan dan panas serta terbakar matahari.
5.      Bawa sepatu. Perjalanan menuju Camp Lakey sekitar 1,5 km, Tanjung Harapan 1 km,  dan Pondok Tanggui 1 km, dan ada beberapa bagian hutan yang sangat becek. Kalau anda berniat untuk trekking kedalam hutan sudah dipastikan harus memakai sepatu untuk mengindari pacet yang merajalela terutama di musiim hujan
6.      Usahakan hanya berjalan melenggang dengan membawa kamera saat menuju Camp Leakey, tinggal barang berharga seperti backpack, tas maupun telpon genggam diatas klotok, jika kebetulan berdekatan dengan orangutan, mereka akan tertarik dengan tas maupun kantong celana untuk mencari makanan.
7.      Bawa senter, saat malam hari sangat dibutuhkan di klotok.
8.      Pastikan selalu membawa kantong plastik untuk membuang sampah anda.
9.      Bawa obat-obatan seperti plester, minyak angin, dan obat lainnya.
10.  Pada malam hari tidak ada kegiatan apa-apa, jadi daripada bosan cpba bawa kartu, buku, monopoli atau apapun itu biar tidak  bosan
11.  Bawa snack untuk diatas kapal. Tapi jangan dikeluarkan didepan orang utan yaaaa ;)
12. Menurut saya bulan terbaik mengunjungi TNTP adalah pada saat musim kemarau. Karena tidak terlalu banyak nyamuk dan trekkingnya tidak berlumpur
13.  Selalu ikuti arahan dan petunjuk dari guide, karena mereka yang mengetahui secara detail kondisi di Taman Nasional Tanjung Puting.

Do’s and Don’t’s di TNTP
Berdasarkan pengalaman pribadi loohhhh dan beberapa pentunjuk selama disana.
1.      Jangan memberi makan atau minum kepada orang utan; kalau ke saya boleh hehehehe
2.      Jangan makan dan minum didepan orang utan; atau kita yang akan dikejar atau disamperin oleh mereka *pengalaman pribadi*
3.      Dilarang menyentuh orang utan apalagi apalagi main slap the bitch yang ada tulang kamu pada patah2 semua.
4.      Jangan membuang sampah sembarangan. Swear deh .. tempat itu bersih abisss
5.      Jangan menceburkan diri atau berenang di sungai, karena banyak buaya …..  cyiiinnnn
6.      Jangan coba-coba deketan sama penguasanya.. atau anda yang akan di colek hehehehe


the rules

Untuk Catatan Perjalanan : Taman Nasional Tanjung Puting, silahkan langsung meluncut ke link berikut http://lialt.blogspot.com/2011/09/catatan-perjalanan-taman-nasional.html

August 3, 2011

Mengunjungi Luang Prabang

KOTA LUANG PRABANG
Luang Prabang terletak 425 km kearah utara Vientiane dan merupakan pertemuan dari Sungai Nam Khan dan Sungai Mekong. Dulu LP adalah ibukota dari kerajaan Laos sampai kemudian di ambil alih oleh komunis pada tahun 1975. Kota ini juga ditetapkan sebagai World Heritage Site dari UNESCO pada tahun 1995 (Source: Wikipedia)

BAGAIMANA CARA MENCAPAI KOTA LUANG PRABANG?
Perjalanan dimulai dari Northern Bus Station, kami berangkat ke Luang Prabang dengan menggunakan Bus VIP jadwal paling akhir berangkat jam 19.30. Bus double decker berwarna hijau  yang kami naiki ber-AC dengan reclining seat dan toilet seharga Kip 130.000/way termasuk snack, air minum dan makan malam. Bus berangkat tepat pukul 19.30 perlahan tapi pasti menuju ke Utara. Saya dan Ninik pun terlelap dengan mudah, akumulasi kelelahan dari perjalanan kami sebelumnya di Bali. Jam 12 tengah malam bus kami berhenti di sebuah rumah makan dan kami pun makan dengan menggunakan kupon yang sudah diberikan. Hujan rintik – rintik menyebabkan udara dingin dan noodle soup yang disajikan pun terasa nikmat. Jam 12.30 bus kembali berangkat, dan kami pun kembali tertidur.

Tepat jam 6 pagi bus memasuki terminal Luang Prabang yang basah oleh hujan rintik. Setelah kami mengeluarkan backpack dari bagasi kemudian kami berangkat dengan menggunakan tuk tuk menuju kota seharga Kip 10.000/orang, kurang lebih ada 8 orang yang ada didalam tuk tuk tersebut. Sampai di tengah kota kamipun bergegas mencari penginapan di sekitar jalan utama. Kesan pertama yang saya ingat dari gang yang kami masuki adalah rapih dan bersih, rumah-rumah yang dijadikan Guest House tertata dengan rapih.

PENGINAPAN/GUEST HOUSE
Kami tinggal di Culture Guest House. Penginapan seharga Kip 100.000/malam ini sangat nyaman. Ber AC, air panas, toiletnya bersih, TV kabel dan cukup 3 orang. Wi-finya juga jagoan punya, kencang tidak ada jeda. Guest house ini terletak di gang belakang Zoma Bakery. Terus terang saya tidak ingat nama jalan gang ini :D. 
Jangan khawatir tidak mendapatkan penginapan, karena di kota ini penginapan dari mulai yg murmer sampai yang mahal semua tersedia tergantung budget yang kita miliki ;)

BEBERAPA TEMPAT DAN KEGIATAN YANG KAMI KUNJUNGI DI LUANG PRABANG

Tad Kuangsi (Kuangsi Waterfall)
Tad Kuangsi berjarak 29 kilometer ke arah selatan Luang Prabang. Kami membayar paket seharga Kip 60.000/orang dengan menggunakan mobil van yang diisi 8 orang. Paket tersebut bisa dipesan di penginapan ataupun travel tour yang ada disekitar kota. Perjalanan yang ditempuh kurang lebih 45 menit dengan medan jalan yang menanjak tapi cukup baik. Suasana hujan menyambut kami ketika kami memasuki gerbang dari obyek wisata tersebut. Terlihat pedagang dan penjual makanan berada di sekitar areal parkir. Tampaknya hari itu tidak banyak pengunjung yang datang karena areal parkir terlihat sepi, atau mungkin karena hujan?

Untuk masuk ke kawasan air terjun ini kami harus membayar Kip 20.000/orang. Arealnya ditumbuhin pohon tropis yang biasa saya jumpai juga di hutan pulau Jawa. Kami memutuskan untuk memulai dari tingkat bawah kemudian naik keatas dengan pemikiran jalan menanjak pada saat tanah becek lebih mudah.

Kira-kira 300 meter kami masuk ke areal Tad Kuangsi terdapat kandang konservasi beruang. Terdapat kurang lebih 5 – 6 beruang yang dapat saya lihat dan semuanya sedang menikmati makan siang mereka. Dari jauh suara air mengalir terdengar dantidak sampai 50 meter sudah terlihat aliran sungai yang deras. Karena hujan terus menerus beberapa hari yang lalu menyebabkan aliran sungai menjadi deras dan berwarna kecoklatan. Agak kecewa karena tidak sesuai dengan ekspetasi yang saya harapkan. Saya menyempatkan berenang dan loncat sebanyak dua kali di aliran sungai tersebut. Kurang lebih 2 jam kami bermain air di air terjun tersebut, kamipun kembali untuk ke areal parkir dan menghangatkan badan di rumah makan.

Tad Kuangsi (Kuangsi Waterfall)
Chomsi Hill
Chomsi Hill adalah bukit yang terdapat ditengah-tengah kota Luang Prabang dimana kita bisa melihat kota Luang Prabang dan Sungai Mekong dari ketinggian. Indah dan memanjakan mata dengan warna hijau dari bukit-bukit dikejauhan. Jika matahari terbenam, tempat ini merupakan tempat yang paling baik untuk mendapatkan sunset yang indah. Sayangnya selama tiga hari saya berada di kota ini, tidak sekalipun saya mendapatkan sunset tersebut.

Kota Luang Prabang dari Bukit Chomsi
Di tempat pula ini terdepat kuil dimana masyarakat Luang Prabang melakukan penyembahan terhadap sang Buddha. Untuk masuk ke tempat ini diharuskan membayar Kip 20.000 dan bersiaplah untuk menaiki ratusan anak tangga yang cukup melelahkan.


Royal Palace Museum
Dibangun sebagai tempat tinggal bagi Raja Sisavang Vong dan keluarganya pada tahun 1904 oleh Perancis. Istana ini dibangun ditepi sungai dan menampilkan motif tradisional Laos menyatu dengan Perancis. Posisi museum ini berada persis didepan Chomsi Hill dengan harga tiket masuk Kip 30.000/orang.

Royal palace Museum
Binthabhat – Morning Alms to monks
Begitu diceritakan oleh teman saya yang sebelumnya sudah berangkat terlebih dahulu ke Luang Prabang, Binthabhat adalah salah satu kegiatan yang ingin lakukan. Binthabhat adalah acara ritual memberi makan kepada para biksu yang dilakukan di pagi hari sekitar jam 5.30 – 6.30 setiap pagi. Karena pagi pertama kami bangun kesiangan, kami tiak akan melewatkan untuk yang kedua kalinya.

Untuk memberi makanan kepada para biksu itu dapat dilakukan dengan membeli penganan yang dijual oleh penduduk setempat biasanya berupa ketan, snack tradisional dan juga buah seharga Kip 10.000/piring. Jika kita membeli kepada penduduk setempat mereka akan menyediakan tikar supaya kita bisa duduk dipinggir jalan. Para biksu tersebut akan berjalan dari arah Kuil menuju ketengah kota disepanjang jalan Sisavangvong dan kembali lagi menuju kuil.

Binthabhat
 Buat saya ini adalah pengalaman yang menarik, karena baru pertama kali ini saya bisa berinteraksi langsung dengan para biksu, walaupun hanya sekedar memberikan makananan. Tetapi ada sesuatu yang sedikit mengganggu hati saya ketika mengikuti seremoni tersebut. Saya tidak mengharapkan adanya komunikasi antara saya dan para biksu apalagi keluar kata terima kasih dari mulut mereka. Saya hanya ingin melihat senyum mereka yang tidak saya lihat pagi itu. Apakah mereka tidak boleh tersenyum atau beban hidup mereka yang sangat berat hingga susah untuk tersenyum?

Pak Ou (Tham Ting) Cave
Gua Pak Ou bisa dicapai dengan dua cara, dengan perahu melaui sungai Mekong atau jalan darat baik dengan tuk tuk ataupun minivan. Saya dan Ninik mengambil jalan yang pertama dengan pertimbangan ingin melihat dan mendapatkan suasana yang berbeda dengan menyusuri sungai Mekong. Paket perjalanan ke Pak Ou Cave bisa di temui disepanjang Sungai Mekong dengan harga Kip 65.000/orang dan akan berangkat jam 8.30 pagi setiap harinya. Pastikan untuk membawa minum dan juga makanan kecil karena perjalanan yang cukup lama dan tidak ada yang berjualan di sekitar Gua tersebut.
Pemandangan dari Gua Pak Ou
Pak Ou Cave terletak 29 km melawan arus Sungai Mekong. Butuh waktu kurang lebih 2 jam untuk mencapainya dan 1 jam untuk kembali ke kota Luang Prabang. Perjalanan selama 2 jam melawan arus sungai Mekong agak membosankan tapi terbayar dengan pemandangan indah sepanjang sungai Mekong berupa bukit-bukit hijau dan berkunjung ke desa yang memproduksi black sticky rice wine dan juga kain tradisional yang ditenun sendiri oleh mereka.
Gua Pak Ou 
Akhirnya berakhirlah perjalanan melalui sungai Mekong tersebut dan kamipun sampai ditujuan. Tiket masuk seharga Kip 20.000/orang. Gua ini sangat terkenal dikalangan turis-turis yang datang ke Kota Luang Prabang. Gua ini juga dikenal karena memiliki miniature patung Buddha dalam berbagai posisi yaitu berdoa, tidur, meditasi, mengajar dan lain-lain yang jumlahnya mencapai ratusan. Buat saya Pak Ou Cave bisa dikategorikan biasa saja tetapi karena dibingkai oleh pemandangan sekitar sungai Mekong yang sangat indah membuatnya jadi terlihat istimewa. 


Patung Buddha di dalam Gua Pak Ou
Keliling kota naik sepeda

Sepeda dapat disewa dari penginapan-penginapan dengan harga Kip 10.000 sampai 20.000/sepeda/hari. Saya menyukai kota Luang Prabang. Kotanya cantik dan tertata dengan rapih dibingkai dengan pemandangan yang indah serta sungai Mekong yang cukup tenang. Kota ini tidak terlalu ramai untuk sebuah kota yang cukup populer dikalangan para wisatawan mancanegara, kegiatan bersepedapun sangat nyaman dilakukan disini.
sekitar kota Luang Prabang
Disekitar tepian Sungai Mekong banyak terdapat bangunan-bangunan dengan arsitektur perpaduan Perancis dan Laos sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Beberapa Guest House, hotel dan juga restoran di cat sedemikian rupa sehingga menciptakan harmonisasi warna yang indah.



Kuliner di Luang Prabang

Sarapan pertama kami di kota Luang Prabang adalah Chicken Cheese Sandwich. Sedikit kebarat-baratan memang. Tapi makanan ini banyak dijumpai di perempatan jalan besar jalan utama Sisavangvong. Dengan harga Kip 15.000 kami mendapat 1 sandwich besar yang cukup untuk kami makan berdua dan membuat perut kenyang sampai sore hari. Ayamnnya banyak, sayurnya segar serta kejunya enak :D.

Makan malam pertama di Luang Prabang cukup berkesan buat saya. Malam itu, saya dan Ninik berjalan ke area sekitar Pasar Malam di Sisavangvong Road. Hujan rintik-rintik sedari pagi terus mengguyur kota Luang Prabang. Kami masuk ke gang kecil sebelah Ancient Hotel dimana terdapat berbagai macam jualan dari mulai kudapan tradisional sampai ke prasmanan murah meriah yaitu Kip 10.000 per piring all you can eat. Kami memutuskan untuk mencoba All You Can Eat menu dengan alasan sepertinya enak dan murah pula :D.

10.000 kip all you can eat dinner
Makanan yang dijual bermacam dari mulai bihun, mie, sayur, pasta sampai barbeque yang harganya berbeda yaitu 10.000 kip/tusuk. Kurang lebih ada 6 – 7 yang berjualan all you can eat menu ini dan tidak semuanya mempunyai rasa yang pas dilidah saya. Hari pertama saya mencoba tidak pas dilidah karena terlalu manis, malam ke dua agak lebih lumayan dari yang pertama.

Kuliner Luang Prabang juga terdapat pengaruh dari prancis salah satunya terlihat dari banyaknya toko-toko yang menjual pastry dan bakery serta kue-kue. Salah satu yang saya beli di Ancient Café adalah kue rasa lemon dengan harga Kip 9.000, rasanya enak dan teksturnya lembut.

BeerLao
Last but not least yang tidak akan mungkin saya tinggalkan adalah mencoba bir lokal dengan brand Beer Lao. Harganya cukup murah yaitu Kip 8.000 untuk kaleng dan Kip 10.000 untuk botol. Hampir semua pengunjung yang ada di kota tersebut pasti akan minum bir ini. 

Pasar Malam Luang Prabang
It's shopping time!!! Tidak mungkin saya melewatkan kegiatan menarik ini pastinya. Pasar malam adalah salah satu yang kunjungi. Segala macam jenis barang khas Laos bisa dibeli di tempat ini dan warnanya pun colorfull. Dari mulai pakaian, bed cover, tas, dompet, perhiasan sampai uang kuno. Setiap malam jalan Sisavangvong ini ditutup khusus untuk pasar malam yang dibuka mulai dari jam 5 sore sampai 10 malam. Sangat menyenangkan melihat pasar malam yang menurut saya tidak terlalu ramai tapi cukup banyak transaksi jual beli antara pedagang dan pembeli yang kebanyakan adalah para turis asing. Tak ketinggalan saya membeli buah tangan khas Laos untuk dibawa pulang ke Indonesia. Beberapa souvenir yang saya lihat banyak juga motif yang sama dengan yang ada di Vietnam dam Kamboja.

Pasar Malam Luang Prabang di jalan Sisavangvong
MISCELLANEOUS
1.      Untuk masuk ke Laos, WNI diharuskan membayar Visa On Arrival sebesar USD 30.00/orang dan dibayar secara cash.
2.      Buat saya waktu 3 hari 2 malam sudah cukup untuk bisa menikmati Luang Prabang. Jika waktu perjalanan yang dimiliki tidak terlalu banyak bisa disiasati dengan menggunakan bis malam dari dan ke Luang Prabang. Bus Time Table: http://www.luangprabang-tourism.org/index.php?option=com_content&view=article&id=285&Itemid=178
3.      Pada saat saya berada di Luang Prabang (bulan Juli) persamaan dengan monsoon atau musim hujan. Monsoon biasanya berlangsung dari April – September sedangkan Oktober – Maret adalah musim kering dengan udara dingin.
4.      Nilai tukar di airport USD 1.00 = Kip 8.010 lebih baik dibandingkan di kota Luang Prabang yang hanya Kip 7.850/dolar.
5.      Jika ingin berbelanja di Pasar Malam, keluarkan kemampuan anda menawar, hehehe. Pasti harganya bisa jauh lebih murah.