February 19, 2013

Menjelajah Masa Lalu Bersama Museum di Tengah Kebun

#MuseumdiTengahKebun --> keren nih, let me know how to get there donk @pikooy

ikott RT @pikooy you should go there, Li. Gw pengen kesana lagi juga.

Museum di Tengah Kebun
Itu adalah sepenggal kicauan gue di twitter dengan Pikooy. Awal mula dari ketertarikan gue untuk mengunjungi Museum di Tengah Kebun ini. Museum yang letaknya di Jakarta tepatnya Jl. Kemang Timur No. 66 yang mungkin tidak terlalu banyak orang yang tahu karena memang museum ini ternyata belum lama dibuka, yaitu sekitar tahun 2009.

Gerbang depan

Jalan setapak menuju museum
Tidak lama dari kicauan2 tersebut, kami langsung mewujudkannya di Sabtu siang jam 12.30, gue dan 7 orang teman yang lain (Pikooy, Tiar, Felis, Ridzki, Itong, Budi & Kim) sudah tiba di depan gerbang Museum tersebut. Di depan gerbang pintu selebar 7 meter kami disambut oleh penjaga rumah kemudian dipersilahkan masuk. Begitu gerbang dibuka terbentang jalan kecil selebar 7 meter dengan suasana hijau dan rindang palem di kiri dan kanan jalan. Untuk sampai menuju rumah kami harus jalan ke dalam sepanjang 60 meter. Bunyi bising jalan raya makin lama menghilang. Taman yang cantik dan asri mulai tampak begitu kami mendekat ke arah rumah. Di taman tersebut mulai terlihat barang peninggalan sejarah yang menjadi ciri khas dari Museum di Tengah kebun.

di guide oleh Bapak Mirza Djalil
Tiba di depan rumah kami disambut oleh Pak Mirza Djalil yang merupakan keponakan dari Sjahrial Djalil sang pemilik dari Museum di Tengah Kebun yang sekaligus akan menjadi pemandu buat kami. Museum di Tengah Kebun ini mulai dibuka untuk umum tahun 2009 sampai sekarang. Museum yang juga merupakan rumah kediaman dari bapak Sjarial Djalil ini berdiri diatas lahan seluas 4.200 m2 dengan luas bangunannya sendiri hanya 700 m2. Sisanya 3.500 m2 adalah kebun hijau yang cantik dan tertata rapih.

Ternyata rombongan kami tidak sendiri. Ada 2 orang dari stasiun TV yang juga sedang meliput Museum ini (Asiikkk, bonus masuk tipi nih xixixiix). Dari depan pintu rumah kami mulai dipandu oleh pak Mirza, beliau menjelaskan tentang sejarah museum/rumah ini yang pertama kali dibangun di tahun 1986 dengan menggunakan 65.000 bata yang diambil dari bongkaran gedung -gedung tua peninggalan Belanda yang sudah pasti dijamin awet. Sedangkan engsel-engsel semua pintu yang ada dirumah ini diambil dari engsel pintu dari penjara wanita Bukit Duri. Wuiihhhhhh.......

Bata merah dari gedung tua peninggalan VOC
Di depan pintu rumah kami disambut oleh 1 pasang ukiran kayu Batara Indra, tempayan dari Dinasti Qing, China, fosil kayu dan beberapa patung serta topeng. Didepan pintu itu pula kami harus mengisi buku tamu masing-masing dan mengganti alas kaki kami dengan sendal yang sudah disediakan oleh pihak museum. Dengan alasan supaya tidak membawa kotoran dari luar ke dalam. Selain barang-barang antik Museum ini juga memiliki koleksi karpet buatan Pakistan sebanyak 19 lembar yang juga di letakkan dirumah tersebut.

beberapa koleksi
fosil kerang dan lebah raksasa
Di dalam rumah kami dilarang untuk mengambil foto dan harus meninggalkan tas di depan. tapi anehnya kamera TV boleh masuk (nah lo??!!). Tiap-tiap ruangan di museum ini diberi nama seperti contohnya ruangan depan diberi nama Loro Blonyo  (sepasang patung Pengantin Jawa), kenapa Loro Blonyo? Karena memang ada patung Loro Blonyo dari abad ke-19. Yang pasti penamaan ruangan dan pengaturan letak koleksinya ini berdasarkan keinginan dari pemilik museum. "Rumah dan barang milik saya, suka-suka saya donk mau dinamakan apa saja sesuai dengan keinginan saya" begitu menurut pak Sjahrial seperti yang dikutip oleh pak Mirza. Bener juga sih gumam gue dalam hati.

ruang tidur 

bathtub yang baru 6x dipakai
Ruang berikutnya adalah ruang Arca Buddha Myanmar. Ruangan ini adalah semacam ruang menerima tamu yang langsung menghadap ke arah kebun belakang yang luwwasssssssss. Dari tempat ini terdapat berbagai macam koleksi dari dalam dan luar negeri. Sofa nya juga bukan sembarang sofa, tetapi merupakan bagian dari tempat gamelan yang kemudian dimodifikasi menjadi sofa yang cantik lengkap dengan dudukan yang dilapisi batik. Bisa dipastikan semua benda yang ada di rumah/museum ini adalah barang2 antik. Termasuk lemari yang konon dibuat pada zaman Belanda oleh para tawanan kala itu.

ruang Arca Buddha Myanmar dari  luar
Kami juga masuk ke ruang Dewi Sri (ruang makan), Prasejarah (kamar kerja) & ruang Buddha Thailand (kamar tidur) dan juga Ruang SingaGaruda (kamar mandi). Yang membuat kami terkagum kagum adalah ruang SingaGaruda ini yang adalah kamar mandi pribadi dari pemilik museum yang luasnya 3x lipat dari luas kamar tidurnya sendiri. Ada bathtub yang dari awal kali di bangun sampai sekarang hanya dipakai sebanyak 6 kali. Kamar mandi ini terhubung dengan kebun kecil yang asri dibalik bathtub. Ada juga pajangan buah catur yang terbuat dari gading dari abad ke-19 Dinasti Qing. Dan yang paling membuat shock adalah Tas Hermes yang hanya dibuat keranjang sampah!!!! OMG.. entah itu asli atau tidak!.

Jumlah koleksi yang dipajang di museum ini adalah sekitar 2.000 lebih. Koleksi ini datang dari 63 negara termasuk Indonesia dan daerah-daerah di Indonesia lainnya. Salah satu cara mendapatkannya adalah melalui balang lelang Christie yang sudah dipastikan harganya bisa buat keliling dunia bolak balik :D dan juga dapat di jalan seperti contohnya patung Ganesha tahun 800-an yang ada di kebun belakang museum. Patung Ganesha ini didapat dari sebuah daerah di Jawa Tengah dengan cara ditukar dengan mendirikan sekolah, rumah dan juga kantor desa. Jenis koleksi adalah berbagai macam jenis, dari mulai patung, ukiran, arca, koin, furniture, lampu, fosil, perhiasan, topeng, perak, perhiasan dll.

Arca Wajrapani ini dibeli dengan menukar apartemen pak Sjahrial yang di Sydney 0_o
Halaman belakang main lagi ceritanya. Di tengah-tengah kebun terdapat pendopo yang juga memajang karya seni dari Eropa. Di kebun belakang yang asri dan hijau ini terdapat lebih dari 200 lubang biopori, jadi selain museumnya yang indah, pak Sjahrial juga menjaga supaya tidak terjadi genangan air alias banjir di lingkungan sekitarnya. KEREN YAK!! Bisa dipastikan di setiap sudut rumah dan halaman terdapat sentuhan koleksi. Dipojok belakang kolam renang berwarna biru jernih kontras dengan warna hijau pepohonan. Saking banyaknya koleksi kadang-kadang jalannya harus hati-hati banget karena kalo pecah atau rusak ga tau deh musti bayar pake apaan hahahaha. Kalo menurut pak Mirza bukan masalah bayarnya, tetapi ada atau tidaknya barang tersebut! *phhiiuuuhh*

kebun belakang yang luas
Tidak terasa waktu hampir 2 jam 30 menit sudah kami lalui berkeliling rumah/museum ini. Capek, lapar, haus tapi kami puas dengan tur museum ini. Rasanya ga habis2 kagum dengan koleksi yang ada. Ahhh, kapan-kapan pasti gue akan kembali lagi ke tempat ini :D.

Kalau berminat datang, museum ini buka hanya di hari dan jam tertentu yaitu Rabu, Kamis, Sabtu dan Minggu. Selebihnya museum di tutup untuk dibersihkan dan kepentingan penelitian. Ada dua sesi yaitu 9.30 - 12.00 dan 12.30 - 15.00. Datang pun tidak bisa sembarangan asal masuk tapi melalui perjanjian via telpon ke 021-7196907. Pengunjung juga dibatasi setiap satu sesi hanya boleh 7 - 10 orang saja. Dan yang paling penting adalah FREE ADMISSION alias tidak dipungut biaya sama sekali ;). Disediakan juga guide baik itu bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris. Seru yaa ;)

Sebenarnya masih banyak pemikiran2 lain tentang pengalaman gue kali ini, tapi sudahlah... biarlah itu menjadi  pengalaman personal kami masing2 pribadi heheheheh.

Happy back to the past bersama Museum di Tengah Kebun!!

Foto bareng pak Mirza dan patung Ganesha


No comments:

Post a Comment