Welcome to Tanjung Puting National Park |
Kami berangkat menuju ke TNTP tepat jam 10.15 pagi. Cuaca pagi itu cukup terik tetapi hembusan angin sejuk cukup membuai beberapa teman kami sehingga mereka tertidur. Dari kejauhan tampak poster besar dengan gambar orang utan bertuliskan “Welcome to Tanjung Puting National Park” di muara Sungai Sekonyer. Perjalanan menuju hulu sungai Sekonyer berlangsung dengan tenang. Sungai Sekonyer yang tadinya melebar mulai menyempit. Pemandangan hutan nipah di muara sungai berganti dengan pandan hutan yang mengeluarkan wangi harum.
Tiga jam kemudian kami sampai di Desa Sungai Sekonyer. Tujuan kami adalah orang utan feeding jam 3 sore di Tanjung Harapan yang tepat berada di seberang sungai desa sungai Sekonyer. Setelah makan siang di atas klotok dan waktu masih banyak, kami turun menyusuri desa Sungai Sekonyer. Saat kami datangi desa itu terlihat sepi karena ditinggal sebagian penduduknya yang sedang piknik Lebaran ke pantai.
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan di desa ini adalah Batimung. Batimung adalah budaya banjar yaitu membuang keringat dari badan dengan cara diasapi serta ditambahkan bunga-bungaan dan ramuan alami untuk memberi keharuman kepada badan orang yang ditimung tadi. Batimung salah satu syarat bagi calon pengantin untuk menghadapi pesta perkawinannya nanti. Tujuannya agar mempelai laki-laki dan perempuan saat acara berlangsung tidak mengeluarkan bau keringat biasa tetapi berganti menjadi bau harum yang menambah pesona. Proses batimung biasanya dilakukan pada malam hari, dilaksanakan oleh para wanita dari keluarga orang yang batimung. Kisaran harga untuk melakukan Batimung antara Rp 150.000 – 200.000 per 1 jam. Karena waktu tidak memungkinkan kami tidak melakukan Batimung tersebut dan langsung bergegas menuju Tanjung Harapan.
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan di desa ini adalah Batimung. Batimung adalah budaya banjar yaitu membuang keringat dari badan dengan cara diasapi serta ditambahkan bunga-bungaan dan ramuan alami untuk memberi keharuman kepada badan orang yang ditimung tadi. Batimung salah satu syarat bagi calon pengantin untuk menghadapi pesta perkawinannya nanti. Tujuannya agar mempelai laki-laki dan perempuan saat acara berlangsung tidak mengeluarkan bau keringat biasa tetapi berganti menjadi bau harum yang menambah pesona. Proses batimung biasanya dilakukan pada malam hari, dilaksanakan oleh para wanita dari keluarga orang yang batimung. Kisaran harga untuk melakukan Batimung antara Rp 150.000 – 200.000 per 1 jam. Karena waktu tidak memungkinkan kami tidak melakukan Batimung tersebut dan langsung bergegas menuju Tanjung Harapan.
Tanjung Harapan
Bayi orang utan |
Untuk menjadi penguasa di wilayahnya, orang utan harus dapat mengalahkan penguasa sebelumnya. Mereka harus berkelahi untuk dan menang dan menjadi penguasa. Perkelahian dilakukan didalam hutan dan karena orang utan tidak mengenal kalah mereka akan berkelahi sampai terluka atau bahkan sampai mati.
Orang utan yang kami temui di Tanjung Harapan adalah Kacong, Becky, Burhan, Sandra, Ceping (ibu) + Cika (anak), Cica (ibu) + Cina (anak), Chelsea dan Miki. Buat saya semua wajah orang utan itu sama dan hanya ranger serta guide saya saja yang hapal nama-nama mereka.
Puas dengan Tanjung Harapan, kami kembali ke klotok yang kemudian disambut oleh bekantan-bekantan yang sedang nangkring di pohon diseberang klotok. Bekantan adalah sejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna cokelat kemerahan yang hanya dijumpai pada pejantan. Kalau ada yang tau maskotnya Dunia Fantasi, Ancol… yak.. seperti itulah kira-kira bentuknya Bekantan. Tidak hanya Bekantan saja yang kami lihat tetapi juga monyet yang biasa dilihat di Bali atau di pinggir jalan Jakarta yang dijadikan topeng monyet. Bekantan dan monyet bisa dilihat disepanjang sungai Sekonyer dan biasanya akan muncul pagi dan sore hari untuk mencari makan. Dan sembunyi di siang hari untuk menghindari panas.
Ketika daerah sekitar mulai gelap klotok kami menepi dan berhenti. Setelah mandi (dengan air sungai yang berwarna coklat) dan makan malam kami beristirahat. Beberapa teman kami ada yang tertidur, ada juga yang bermain kartu. Saya menyempatkan diri untuk melihat bintang-bintang yang bertebaran di angkasa. Suara alam liar yang dipadu dengan udara dingin dinaungi sinar bulan sabit dan juga bintang-bintang di angkasa membuat moment tersebut menjadi lebih indah dan menakjubkan. Ketika saatnya kami akan tidur, kasur dan kelambu pun mulai digelar. Penutup klotok berupa terpal plastik mulai diturunkan dan kami pun tidur di tepi sungai Sekonyer, di tengah-tengah belantara TNTP.
Hari ke-2, Jumat
sungai hitam Sekonyer |
Udara dingin membangunkan saya pagi itu. Suara burung berkicau dan owa terdengar sangat jelas dan embun pagi di buritan atas terasa sangat dingin. Langit sudah terang dan waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Tak lama teman-teman yang lain juga beranjak bangun. Setelah kasur dan kelambu dibereskan serta meja makan diturunkan kami sarapan pagi dan melanjutkan perjalanan tepat jam 8.30 pagi.
Tempat yang akan kami datangi berikutnya adalah Camp Leakey, tempat feeding paling jauh. Sungai Sekonyer yang kami masuki ke dalam juga makin menyempit, kurang lebih satu jam kemudian kami bertemu pertigaan yang ditandai dengan papan petunjuk “Tanjung Puting 8km” mengarah ke kanan. Air sungai yang tadinya berwarna coklat mulai berubah kehitaman, refleksi langit biru terang terlihat sangat jelas dari sungai. Hutan mulai terlihat rapat. Beberapa kali saya melihat burung King Fisher berwarna merah kuning biru di sepanjang sungai berwarna hitam tersebut, anak ular juga anak buaya. Jadi jangan coba-coba yaaaa untuk menceburkan diri ke sungai itu :D. Lahan gambut membuat air sungai Sekonyer menjadi berwarna kehitaman. Dan walaupun hitam air ini sangat jernih jika diangkat oleh tangan. Tepatnya jam 11 siang kami tiba di dermaga Camp Leakey. Beberapa perahu klotok sedang tertambat.
trekking hutan Camp Leakey |
Dikejauhan terlihat beberapa babi hutan yang hidup disekitar Camp Leakey. Tak lama Tut dan anaknya Thorn muncul. Tut adalah ibu dari Tom, penguasa Camp Leakey. Saya sangat berharap supaya bisa bertemu dengan Tom pada saat feeding time jam 2 siang nanti.
Sambil menunggu feeding time kami lanjut trekking ke hutan disekitar Camp Leakey. Ditemani oleh ranger dan Rudi serta Zainal kami pun mulai memasuki kawasan hutan yang lebat dan rapat. Wangi tanah basah dan daun segar tercium melapangkan pernapasan kami. Jalan yang kami lewati adalah jalan setapak yang terbuat dari kayu ulin, kayu paling mahal dan paling dicari oleh para penjual kayu, biasanya kayu ini digunakan untuk membuat rumah. Kumpulan tanaman kantong semar banyak dijumpai dan juga sarang tarantula… hiyyy males banget trekking bareng tarantula!!!! Untungnya mereka hanya keluar malam hari. Hampir dua jam kami trekking di dalam hutan menemukan banyak sekali hal-hal yang menarik seperti monyet berbulu merah, kayu batu yang tinggi dan besarnya luar biasa, kayu ulin, jamur seluas pelukan tangan sayangnya sudah mati dll.
Feeding Time di Camp Leakey jam 2 siang |
Senang sekali melihat orang utan ini, apalagi yang masih bayi. Lucu dan menggemaskan. Ada yang tidak bisa diam alias jungkir balik tidak keruan seperti Putri yang ibunya bernama Princess, atau Thorn dengan matanya yang selalu ingin tahu. Sayangnya jangan harap bisa memegang anak orang utan, yang ada harus berantem dulu sama ibunya hehehehhe.
Faktanya banyak anak orang utan yang dicari untuk dijadikan binatang peliharaan oleh manusia. Untuk memisahkan anak orang utan dari ibunya satu-satunya jalan adalah dengan membunuh sang ibu orang utan tersebut :(.
Faktanya banyak anak orang utan yang dicari untuk dijadikan binatang peliharaan oleh manusia. Untuk memisahkan anak orang utan dari ibunya satu-satunya jalan adalah dengan membunuh sang ibu orang utan tersebut :(.
Siswi |
Klotok kami melepaskan tambatnya dari Camp Leakey dan pergi meninggalkan tempat indah tersebut. Kurang lebih 500 meter dari Camp Leakey klotok kami berhenti untuk makan sore, yak.. kami skip makan siang digantikan oleh makan sore, dilanjutkan mandi dengan menggunakan air sungai yaitu air gambut yang berwarna kecoklatan. Perjalanan pun lanjut ke Pondok Tanggui untuk kemudian bermalam disana. Rencana untuk melakukan trekking malam tidak jadi dilakukan karena kami sudah capek.
Hari ke-3, Sabtu
Pagi hari di Pondok Tanggui kami didatangi Richa dan Robi. Ibu dan anak orang utan tersebut langsung mengambil posisi di pohon dan bergantung disana. Kesempatan yang tidak disia-siakan kamipun langung mengerubung untuk berebut memotret Richa dan Robi dan lanjut kedalam untuk melihat feeding yang akan berlangsung jam 9 pagi. Habitat orang utan di Pondok Tanggui berjumlah kurang lebih 25 dan dikuasai oleh Doyok, kami berharap sangat untuk bertemu sang raja karena dua kesempatan sebelumnya tidak bertemu.
Tak lama dari dermaga kami bertemu dengan Tuxedo yang sedang menunggu kedatangan kami di dekat pondok ranger. Tuxedo cukup jinak karenanya banyak pengunjung yang berkesempatan untuk memberikan pisang kepada Tuxedo. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju tempat feeding. Karena habitatnya yg tidak banyak maka orang utan yang datang pun tidak banyak juga dan kami masih tetap menunggu kesempatan untuk bertemu dengan Doyok walau akhirnya kecewa karena dia tidak datang juga akhirnya kami pasrah dan kembali ke klotok.
Doyok |
Doyok berpindah-pindah seolah-olah meberikan kesempatan kepada kami untuk foto. Mungkin dia tahu kalo itu adalah saat saat terakhir kami sebelum akhirnya kami meninggalkan Taman Nasional Tanjung Puting. Ketika akhirnya kami kembali dan sampai di klotok. Dari belakang Doyok muncul dan berjalan mendekati dermaga seakan mengantarkan kami untuk pergi. Rintik-rintik hujan masih terus berlanjut. Udara dingin berhembus menerpa klotok kami. Perlahan tapi pasti kami mulai meninggalkan kawasan menuju ke muara Sungai Sekonyer.
semburat jingga di muara sekonyer |
Menunggu Kunang-kunang
Matahari terbenam di ufuk barat. Gelombang yang tenang di muara sungai membuat kami lebih menikmati saat matahari mulai terbenam dan meninggalkan semburat jingga di langit Kumai. Sambil menunggu saatnya kunang-kunang muncul di sekitar muara sungai Sekonyer kami mulai berbenah. Klotok kami kembali masuk ke dalam muara sungai, tak jauh dari situ mulai terlihat kunang-kunang di pohon. Rasanya seperti melihat pohon natal yang gemerlapan dibulan Desember, sangat cantik.
Puas dengan kunang-kunang, kamipun akhirnya meninggalkan muara sungai dan menuju ke pelabuhan. Kami tinggalkan Taman Nasional Tanjung Puting dengan semua keindahan dan keunikannya, berharap suatu saya akan kembali lagi untuk bertemu dengan sang raja Camp Leakey, Tom.
Thorn dan Tut |
Bagaimana cara ke Taman Nasional Tanjung Puting bisa di lihat dan klik link di bawah ini:
http://lialt.blogspot.com/2011/09/taman-nasional-tanjung-puting.html
More photos:
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.10150773604865062.719438.520855061&type=1
http://lialt.blogspot.com/2011/09/taman-nasional-tanjung-puting.html
More photos:
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.10150773604865062.719438.520855061&type=1
Mba Lia, saya Dian dari TV KOMPAS..
ReplyDeleteSaya rencananya mau liputan mengenai Budaya Kecantikan Masyarakat
Banjar, terutama di Banjarmasin untuk Program baru kami yang berjudul
Cantik.
Setelah kami riset ada beberapa tradisi yang ingin kami liput, seperti
Pupur Dingin, Batimung, Bakasai dan Bapacar.
Apakah mba bisa bantu kami? Terutama untuk diskusi dan mengarahkan
lokasi-lokasi dimana kita bisa meliput seluruh tradisi itu, selain itu
juga kita ingin meliput para pengrajin kain Sasirangan.
Rencananya kami akan pergi mulai besok tanggal 17 - 26 Desember 2011,
program kami akan mulai tayang pada tanggal 21 Januari 2012
Jika mba bisa membantu kami silahkan hubungi team kami:
Dhank Ari: 08151867977
Anwar: 0818791143
Asep: 08111888335
Terima Kasih