Hawa dingin bersuhu empat belas derajat celcius menerpa wajah saya ketika membuka pintu mobil. Sendal saya basah pada saat melangkah di rumput. Paltuding belum lama di guyur hujan. Bulan sabit tampak terang di sisi timur sementara bintang-bintang berserakan di langit. Saat itu baru saja jam sembilan malam ketika kami tiba dengan selamat di Paltuding setelah menempuh perjalanan kurang lebih hampir delapan jam dari Madakaripura melewati Probolinggo - Bondowoso dan Situbondo. Saya dan Tino kemudian menuju Pos Ranger untuk laporan dan membayar uang masuk.
Di lapangan parkir tampak beberapa mobil sudah parkir dan ada satu truk berisi mahasiswa, belum terlalu rame tapi parkiran motor sudah meluber sampai keluar dari kapasitas. Kamipun mendaftar di Pos dan sempat berbincang dengan ranger saat itu. Saya, Tino, Ninik, Mira dan Milla cukup beruntung karena suhu Ijen saat ini terbilang cukup hangat. Suhu Ijen paling rendah terjadi di musim kemarau sektiar bulan Juni, Juli dan Agustus dengan titik terendah minus dua derajat. Ah.. senangnya datang pada saat yang tepat :D. Selesai dengan urusan lapor ke Posko kemudian kami tidur. Dengan pertimbangan efisiensi (baca : irit) kami tidak menyewa kamar melainkan tidur di mobil. Alasan yang sangat pas buat kami yang jalan-jalan rame makanya sewa mobil, walaupun budget sedikit membengkak tapi cukup worthed setelah kami jalani karena lebih santai dan tidak terburu-buru.
Dua jam kemudian kami bangun untuk bersiap-siap naik ke Ijen. Hujan yang turun cukup menghambat perjalanan kami. Seharusnya kami jalan mulai jam 12 malam tapi terpaksa harus menunggu sampai jam 1 subuh sampai sampai hujan reda. Kami putuskan untuk tidak memakai guide dan ikutan bergabung dengan grup lain yang kebetulan juga akan naik ke Ijen. Walaupun sebenernya kejar-kejaran sama guide yang kekeuh pengen nge-guide kami tapi kami berhasil meloloskan diri (sebenernya sih kabur hahahahah).
Hujan rintik masih terus mengiringi perjalanan kami menuju ke atas. Jalan setapak bener-bener gelap hanya diterangi oleh senter secukupnya. Perjalanan tiga kilometer nanjak ke atas ini sepertinya tidak ada habis-habisnya. Untuk sekelas saya yang hobby trekking
Dari bibir kawah saya bisa melihat api biru yang menjadi primadona. Tujuan kenapa kami mau naik ke atas tengah malam buta cuma pengen liat api biru yang terkenal yang hanya bisa dilihat pada saat gelap. Api biru yang saya lihat hanya kecil aja sebenernya, jika ingin melihat dari dekat kita harus turun lagi sekitar 800 meter dengan medan yang cukup curam dan berbatu serta gelap. Ketika Tino ngajak untuk turun kebawah melihat api biru lebih dekat saya langsung nyerah dan cukup puas dengan melihat dari ketinggian. Kalau harus turun dan kemudian naik lagi saya bisa semaput. Tino harus puas pergi sendiri (tanpa guide) karena kami tidak ada yang mau turun heheheheh.
yang sukses nanjak ke atas :D |
Udah ah, gag mau nulis banyak-banyak tentang Ijen. Tempat ini lebih seru kalo dilihat dan dipandangi. Indah banget. Walopun perjalanan nanjak banyak sumpah serapah.... begitu terang dan dalam perjalanan turun ke bawah lebih banyak memuji-muji betapa cakepnya kawah Ijen ini. A total Journey worth the view! ENJOY IJEN!
jualan patung dari sulfur |
terjebak di kabut |
No comments:
Post a Comment